[CATATAN TENGAH, Minggu 21 Agustus 2016]
Jenderal Prabowo Masuk “Daftar Hitam”
Singapura Lakukan “Test The Water”
Oleh: Derek Manangka*
Ketika bulan Juni lalu otoritas Singapura melarang Teman Ahok masuk ke negara pulau itu, persoalannya lebih terkesan sebagai sebuah sensasi. Atau Teman Ahok sedang mencari “sensasi”.
Dan dari segi pencitraan, pencekalan oleh Singapura itu justru positif bagi Teman Ahok. Apalagi setelah terjadi kegaduhan sedikit, pencekalan itu tidak meninggalkan persoalan serius. Misalnya Teman Ahok dipenjara oleh otoritas Singapura lalu berakibat nama baik Teman Ahok tercoreng di Indonesia.
Kebetulan, Teman Ahok bukanlah figur yang punya pengaruh apa-apa dalam percaturan politik Indonesia.
Lebih dari itu acara yang mereka hadiri di Singapura bukanlah sebuah peristiwa super penting. Bahkan kalaupun mereka ditahan atau dipenjara oleh pemerintah Singapura, dari kantong rahasia mereka tak akan terungkap sebuah dokumen super penting yang sangat bermanfaat bagi Singapura.
Tapi ketika 16 Agustus baru lalu, Singapura mencekal Letjen (purnawirawan) Suryo Prabowo, persoalannya jadi lain. Sebab Suryo Prabowo tidak dalam rangka mengadakan perjalanan ke Singapura. Dia hanya transit, menuju pulang ke tanah air.
Pencekalan ini bisa ditafsirkan sebagai sebuah pelecehan. Selain itu pencekalan tersebut juga bisa sangat tidak manusiawi.
Sebab apa yang akan terjadi bila saat itu Suryo Prabowo memerlukan pertolongan medis? Dan pertolongan itu hanya bisa dilakukan di wilayah Singapura.
Pencekalan itu menjadi sesuatu yang mengejutkan sekaligus menimbulkan tanda tanya besar. Ada apa gerangan?
Tanda tanya tidak akan muncul apabila Suryo Prabowo hendak menghadiri sebuah acara di negara pulau itu. Berarti Surya Prabowo sosok WNI yang bermasalah serius dengan Singapura. Berarti Singapura memang sudah menetapkan Suryo Prabowo sebagai WNI yang bermasalah.
Tapi kejadiannya tidak seperti itu. Pensiunan jenderal itu hanya transit, hanya singgah untuk ganti pesawat. Dan itu dibuktikan dengan boarding pass – sebagaimana yang dia posting di time line facebooknya.
Lantas timbul pertanyaan apa saja persoalan yang dibuat Suryo Prabowo bagi Singapura, sehingga persoalannya menjadi sangat serius? Kembali untuk kedua kalinya timbul pertanyaan.
Sejauh ini, sepanjang pengamatan sekilas, belum pernah terdengar bahwa Surya Prabowo menyerang Singapura.
Kalau saya yang dicekal Singapura, mungkin masih masuk akal. Sebab bukan sekali dua kali saya menulis artikel yang mengkritisi kebijakan Singapura. Dimana akibat tulisan saya, seorang diplomat Singapura merasa perlu minta bertemu dan sekaligus mencari jawaban dari saya - apa yang melatar belakangi pemikiran saya sehingga lahirlah tulisan saya yang mengkritisi Singapura.
Sementara Suryo Prabowo, tidak demikian. Sehingga dari sudut ini, rasa-rasanya tidak pantas bagi Singapura mencekal Suryo Ptrabowo - apalagi yang bersangkutan hanya melakukan transit.
Sejauh yang bisa dipahami, Suryo Prabowo memang sangat vokal terhadap Gubernur DKI Jaya.
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Di mata Suryo Prabowo, jika Ahok menjadi Gubernur DKI Jaya dalam Pilkada 2017, justru hal ini dapat menimbulkan situasi politik yang tidak kondusif. Dan pernyataan Suryo Prabowo yang bersifat menyerang Basuki Tjahaja Purnama, terkesan sangat sistmatis.
Tapi Surya Prabowo menyerang Ahok, bukan tanpa dasar. Selain kritikan atau serangannya terhadap Ahok disertai data, Surya Prabowo bukanlah orang asing bagi warga Jakarta ataupun pemerintah Indonesia.
Suryo Prabowo merupakan bekas Panglima Kodam Jakarta Raya.
Secara implisit Surya Prabowo menilai, kalau Ahok menjadi Gubernur Jakarta maka yang dia prediksi, ibukota NKRI ini bakal dilanda sentiment rasialis seperti yang terjadi di tahun 1998. Dan timbulnya sentimen rasialis, terjadi karena sikap Ahok yang sejak menjadi Gubernur sering mengeluarkan pernyataan yang tidak berkualitas.
Hanya saja akibat dari sikapnya tersebut, Suryo Prabowo yang dikenal sebagai salah seorang “Teman Dekat Probowo Subianto”, dianggap lebih menyuarakan sikap subyektif dan kepartisannya. Suryo Prabowo mencerminkan sikap Partai Gerindra. Partai yang di tahun 2012 mendukung Ahok jadi Wakil Gubernur.
Tapi okey-lah jika memang Suryo Prabowo memiliki sikap seperti itu. Lalu apa sikapnya yang anti-Ahok itu juga bisa diartikan sebagai sikap anti-Singapura? Tentu saja atau semestinya, tidak demikian bukan?
Nah persoalannya menjadi lain kalau Singapura diam-diam menjadi pendukung Ahok. Jika demikian keadaannya maka pencekalan Suryo Prabowo itu bisa disederhanakan. Yaitu sebetulnya Singapura sangat berkepentingan agar Ahok tidak boleh diganggu oleh siapa-siapa.
Atau bisa berarti, Singapura merupakan negara asing yang berkepentingan agar Ahok terpilih kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta. Atau Singapura juga mungkin bagian dari Tim Sukses Ahok.
Tentu saja tidak ada larangan bagi pihak manapun untuk mendukung Ahok. Karena Ahok merupakan WNI, dukungan dari negara asingpun, tak perlu menjadi sebuah persoalan.
Pencekalan terhadap Suryo Prabowo itu sendiri, tidak harus kita lihat sebagai bagian dari kebijakan Singapura mendukung Ahok. Tapi lebih kita lihat sebagai persoalan yang menyangkut nama baik seorang bekas petinggi militer yang pernah menduduki posisi-posisi penting di lembaga resmi pemerintah.
Sebab di sini terlihat perlakuan Singapura yang diskriminatif dan bersifat rasialis.
Untuk seorang Suryo Prabowo yang tidak kita tidak tahu apa dosanya bagi Singapura, oleh pemerintah Singapura diam-diam dilakukan pencekalan.
Sementara untuk sejumlah konglomerat keturunan Tionghoa yang jelas-jelas melarikan uang dari Indonesia ke Singapura, diberikan perlindungan ekstra kuat oleh otoritas setempat.
Perlakuan diskriminatif ini sesungguhnya cukup menyepelekan Indonesia. Sebab jelas sekali pemerintah sudah memasukkan beberapa nama di antara mereka dalam “Daftar Hitam”. Tapi oleh Singapura mereka dijadikan warga istimewa.
Latar belakang Suryo Prabowo misalnya pernah menjabat Panglima Kodam Bukit Barisan dan Panglima Kodam Jakarta Raya, bolehlah tidak penting bagi Singapura. Walaupun bagi Indonesia dua pos dan posisi itu cukup menunjukkan bahwa Surya Prabowo merupakan seorang sosok yang cukup dikenal rekam jejak dan reputasinya.
Oleh sebab itu bagi Indonesia, dengan Singapura mencekal seorang Suryo Prabowo tapi memberi karpet merah kepada para konglomerat hitam, merupakan sebuah sikap yang tidak kooperatif.
Masuk akalkah Singapura melindungi seorang atau beberapa maling yang melakukan pencurian di Indonesia?
Peristiwa pencekalan Suryo Prabowo, perlu diangkat ke peninjauan hubungan diplomatik kedua negara. Kita butuh Singapura sebagai sahabat. Tapi negara ini juga harus bersikap resiprokal.
Pejambon tidak pantas melihat persoalan ini sebagai sebuah kekeliruan tak disengaja apalagi mengangapnya sebagai hal yang sepele.
Karena beberapa waktu lalu, Adnan Buyung Nasution (almarhum), juga pernah dicekal otoritas Singapura. Pencekalan terhadap pengacara senior itu hingga sekarang tidak jelas apa yang menjadi alasannya.
Yang pasti ketika itu, Adnan Buyung belum lema melepas statusnya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Saat itu Indonesia dipimpin SBY.
Tentu saja kalaupun Singapura meneruskan pencekalan kepada setiap WNI, hal tersebut merupakan hak prerogative negara itu. Hak yang tidak bisa kita gugat.
Dan kalaupun seluruh WNI dilarang Singapura masuk ke negara tersebut, Indonesia tidak akan mengalami kerugian.
Tapi kejadian pencekalan ini tidak bisa didiamkan begitu saja. Sikap Singapura harus dilihat sebagai sikap yang menciderai persahabatan ASEAN. Sikap itu menunjukkan Singapura sudah semakin jelas sebagai sahabat yang arogan.
Sikap Singapura meniru Israel. Negara kecil yang merasa paling kuat di antara semua negara besar di seluruh kawasan Timur Tengah. Mungkin Singapura sedang melakukan “test the water” kepada Indonesia. Mau melihat sejauh mana keberanian atau reaksi Indonesia.
Bukan mustahil, setelah “test the water” ini danggap berhasil, Singapura akan menyusul dengan aksi lain yang lebih ofensif.*
__
*Sumber: fb