Nilai Matematika Jelek? Nggak Apa-Apa, Dunia Tidak Akan Berakhir Kok Hanya Karena Itu!

Saya memang guru Matematika di sekolah. Mengajar SMP dan SMA. Tapi ketika mendapati bahwa sebagian besar siswa tidak begitu menyukai pelajaran ini, saya bilang dengan tulus: 

"Tidak apa-apa kalau kamu tidak suka. Hanya saja, karena sistem pendidikan kita menjadikan pelajaran Matematika sebagai pelajaran wajib, maka ikuti dengan baik. Yang penting kamu lulus KKM dan lulus UN." 

"Kamu tidak perlu dapat 100, 90, atau 80. Standar minimal saja. Saya akan membimbing kamu ke arah sana asal kamu juga mau bekerja sama."

Setelah saya berbicara demikian, biasanya, sebagian besar siswa saya akan lebih antusias. Mereka menjadi tidak begitu tertekan dan enjoy mengikuti pelajaran selanjutnya. 

"Saya akan menyediakan waktu sepulang sekolah jika kalian ingin melakukan pelajaran tambahan di luar jam sekolah." 

"Beneran, Pak? Nggak apa-apa nih kalau nilai kami pas-pasan?" 

Saya mengangguk, berkata, "Iya, tidak mengapa. Bagi saya, yang penting kalian lulus standar minimal saja deh. Lalu, kemudian, silakan kalian kembangkan bakat dan potensi yang ada pada diri masing-masing." 

Diam semua, memperhatikan saya terus mengoceh. 

"Saya tahu, diantara kalian ada yang hobinya menggambar, maka kembangkan. Ada yang hobinya menulis, maka latihan yang banyak dan sering. Ada juga yang sukanya bernyanyi, maka teruslah diasah." 

"Dalam kehidupan kalian kelak, yang jauh lebih berguna adalah keterampilan dan kemampuan itu. Sedangkan kemampuan matematika, paling banter kalian gunakan yang bagi, tambah, kali, dan kurang saja." 

"Kalau begitu, apa gunanya kami belajar Matematika, pak?" 

"Banyak, tentu saja." saya yakin, menjawab demikian. 

Semua mata menunggu saya melanjutkan perkataan. 

"Mempelajari Matematika akan membuat kalian berpikir sistematis dan logis. Sadar atau tidak, pelajaran Matematika mengantarkan ke arah sana. Agar kalian lebih terstruktur dalam melakukan banyak hal. Pelajaran Matematika juga berfungsi untuk memberikan kalian dasar pengetahuan pada seluruh keilmuan." 

Entah mengerti atau tidak, sebagian besar siswa saya mengangguk. 

"Ah sudahlah, diskusinya tidak perlu diperpanjang. Sekarang, kita belajar lagi yaa.." 

Semua, entah siapa yang memberi komando, lalu kompak sekali berkata, "Yaaaaah...."