Ribut Cukai ROKOK Alihkan Kondisi Negara yang Sedang SEKARAT


Wacana kenaikan harga rokok itu sebenarnya ibarat asap rokok itu sendiri: nampak sesaat selanjutnya hilang tak kelihatan.

Sudahlah...

Yang harus dicermati bangsa ini sekarang adalah hal yang jauh lebih mencengangkan: pemangkasan anggaran Rp 133,8 Trilyun.

Pemangkasan Rp 133,8 Triliun ini dilakukan pemerintahan Jokowi lewat Menkeu baru Sri Mulyani pada 5 Agustus 2016 "setelah" APBN-Perubahan (APBN-P) disahkan DPR pada 28 Juni 2016.

Artinya, APBN 2016 (APBN asli/pokok) sudah direvisi menjadi APBN-P sebagaimana itu harus dilakukan, sudah melalui proses legislasi, sudah disetujui parlemen, sudah menjadi Undang-Undang APBN(P) 2016. (detikcom)

Tetiba, dilakukan pemangkasan dengan jumlah sangat besar, Rp 133,8 Triliun, yang disampaikan Sri Mulyani. (detikcom)

Sesuai aturan UU (UU Keuangan Negara), pengajuan revisi paling lambat dilakukan pada bulan Juli tahun berjalan. Sekarang sudah bulan Agustus. Apa yang bisa memayungi keputusan sepihak pihak Eksekutif (pemerintah) memangkas anggaran dalam jumlah sangat besar itu? Tidak ada.

Apabila keputusan pemangkasan itu benar-benar dijalankan, dan nampaknya memang tidak ada pilihan lain (Negara dipastikan bangkrut apabila tidak dijalankan), maka Kepala Eksekutif (dalam hal ini presiden Joko Widodo) sama saja dengan melanggar Undang-Undang secara langsung dan kasat mata.

Pada masa laporan pertanggungjawaban anggaran (6 bulan setelah tahun anggaran bersangkutan selesai), presiden sangat rentan untuk "didakwa" melakukan pelanggaran hukum oleh parlemen. Dan, ia bisa dipecat.

‪JanganTensi‬ aja... Negaramu sedang rentan.

(Canny Watae)