Namun, curah hujan tinggi masih terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia.
Menurut Kepala Biro Humas dan Organisasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wahyu Adjie, fenomena ini menandakan bahwa Indonesia dalam kondisi kemarau basah.
" Kemarau basah dikenal pula dengan sebutan well spell, di mana sebenarnya sudah masuk musim kemarau, tetapi masih terus terjadi curah hujan yang tinggi," kata Wahyu, kepada Warta Kota, Jumat (19/8/2016).
Ia mengatakan, kemarau basah diperkirakan berlangsung sampai akhir tahun 2016, atau sampai saat masuknya musim hujan pada Oktober mendatang.
Kepala BMKG Andi Eka Sakya menambahkan, adanya fenomena kemarau basah di Indonesia ini berdasarkan dari pengamatan 50 tahun terakhir.
Kondisi ini dipengaruhi El Nino yang diikuti langsung La Nina.
Adapun La Nina merupakan fenomena mendinginnya suhu muka laut di Samudera Pasifik area khatulistiwa, yang mendorong bertambahnya suplai uap air bagi Indonesia sehingga curah hujan akan cenderung meningkat.
Sementara itu, El Nino merupakan kebalikannya, yaitu musim kemarau panjang dengan curah hujan minim.
Hal ini, kata Andi, menjadikan kemarau basah terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia.
" Bahkan, hanya 26 persen wilayah Indonesia yang benar-benar merasakan musim kemarau," kata Andi.
Ia juga menyampaikan, pada 2015, El Nino yang melanda Indonesia mengakibatkan kemarau panjang dengan curah hujan minim.
Ketika itu, terjadi kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah Indonesia.
" Saat ini tren kenaikan La Nina sudah mulai nampak, setelah El Nino, namun intensitasnya masih lemah," kata Andi.
Menurut dia, sebagian lembaga internasional memprediksi La Nina terjadi di Indonesia mulai Agustus, September, dan Oktober 2016.
Selain itu, Andi juga mengatakan bahwa kemarau basah yang diperkirakan akan berlangsung hingga akhir tahun ini, atau hingga masuknya kembali musim hujan, akan menciptakan masa transisi yang cenderung ditandai dengan angin kencang, puting beliung, serta gelombang tinggi.
Fenomena pada masa transisi tersebut diperkirakan mulai terjadi Agustus 2016.
" Sebanyak 92,7 persen wilayah Indonesia sudah mulai akan masuk musim hujan sampai November dan dalam proses transisinya saat ini akan terjadi angin kencang, puting beliung dan gelombang tinggi," kata dia.
Potensi Kebakaran Hutan
Di samping itu, ia menyampaikan bahwa potensi kebakaran hutan dan lahan tetap harus diwaspadai Agustus ini.
Menurut dia, pada Mei dan Juni 2016, titik api di sejumlah wilayah kebakaran hutan di Indonesia mulai menurun, tetapi titik api kembali muncul di Riau, Kalimantan Barat, dan Sumatera Selatan, pada Agustus ini.
Adapun wilayah yang diminta waspada kebakaran hutan dan lahan adalah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
Selain itu, untuk penduduk wilayah lain di Indonesia, ia meminta untuk meningkatkan kesiapan menghadapi musim hujan yang diperkirakan terjadi mulai Oktober atau November.
Sebab, kondisi ini akan membawa dampak negatif dan positif di berbagai sektor.
" Dampak positif, yaitu meningkatnya potensi luas tanam sawah, meningkatkan frekuensi tanam, ketersediaan air untuk pertanian dan waduk," kata dia.
Sedangkan beberapa dampak negatifnya, kata Andi, antara lain adalah peningkatan potensi banjir dan longsor, penurunan produksi kopi, tembakau, garam, tanaman buah tropika, dan tingginya gelombang yang bisa mengganggu kegiatan nelayan. (bmw/kmps)