Keluarga korban penikaman saat berbicara dengan aparat keamanan di Rumah Sakit Manokwari - Dok. LP3BH |
Biak -- Berdasarkan perkembangan hasil investigasi Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, diduga kasus dugaan pelanggaran Hak asasi Manusia (HAM) yang berat di Sanggeng, (26-27/10/2016) tidak berdiri sendiri.
Direktur Eksekutif LP3BH, Yan Christian Warinussy menegaskan, kasus ini diduga merupakan bentuk reaksi negara terhadap tuntutan penyelesaian pelanggaran HAM berat di tanah Papua yang sedang mendunia dewasa inj.
“Dan itu terindikasi kuat dari adanya korban meninggal dunia maupun luka-luka (berat) yang semuanya dalah orang asli Papua (OAP),” ungkap Yan Christian Warinussy ketika dikonfirmasi Jubi, Kamis, (03/11/2016).
Bahkan, ditegaskan Warinussy, termasuk yang dianiaya dan rumahnya diduga keras telah dirusak beberapa bagiannya oleh oknum aparat keamanan dari Polisi dan Brimob Polda Papua Barat adalah semuanya OAP.
“Sehingga kecenderungan terjadinya pelanggaran HAM yang berat menurut definisi pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM menjadi kuat indikasinya,” kata advokat dan pembela HAM di tanah Papua.
Lanjutnya, juga ada kecenderungan terjadinya tindakan rasis dan diskriminasi rasial yang diduga keras melanggar prinsip-prinsip persamaan di muka hukum (equality before the law) dan deklarasi universal tentang HAM 10 Desember 1948.
“LP3BH sudah menyampaikan informasi tentang dugaan tindak pelanggaran HAM yang berat dalam konteks genosida dan diksriminasi rasial yang diduga keras dilakukan oleh aparat kemanan dari Polres Manokwari, Polda Papua Barat dan Brimob,” paparnya.
Lebih lanjut dikatakan Peraih Penghargaan Internasional di Bidang HAM John Humphrey Freedom Award Tahun 2005 dari Canada, dugaan ini disampaikan kepada Dewan HAM PBB di Jenewa , Swiss melalui jaringan Advokasi HAM Internasional di London, Inggris.
“Hal ini penting demi mendorong kehadiran pelapor khusus Sekjen PBB urusan penyiksaan dan pembunuhan kilat untuk dapat berkunjung ke tanah Papua, khususnya ke Manokwari, Papua Barat,” ujarnya.
Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengklaim kekerasan aparat tersebut perwujudan dari keberpihakan aparat negara di Papua kepada warga non-Papua. "Tindakan penanganan massa itu tidak sesuai prosedur karena tidak ada perlawanan oleh masyarakat, yang hanya melakukan pemblokiran. Tapi aparat langsung melakukan penembakan secara sporadis," kata Natalius dilansir BBC Indonesia.
Aktivis PapuaItuKita, Veronika Koman meminta Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) agar segera mencopot Brigjen Pol Royke Lumowa dari jabatannya sebagai Kapolda Papua Barat (PB).
Dikatakan Veronika, hal itu perlu dilakukan demi menghentikan kekerasan yang terus berlanjut di tanah Papua.
“Kapolri segera mencopot Kapolda Papua Barat dan Kapolres Manokwari karena gagal menegakkan tugas dan wewenang Polri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat,” ujarnya melalui keterangan tertulisnya. (*)
Copyright ©Tabloid JUBI