Polisi dituding jadi "pengacara" Ahok

Ahok kala bersama Tito sebelum jadi Kapolri
Polemik kasus penistaan oleh Ahok terus terbakar seperti bola panas. Gelar perkara terbuka yang dilakukan oleh kepolisian dituding bermotif sebagai upaya membela Ahok.

Hal itu diungkap oleh juru bicara Front Pembela Islam, Munarman.

"Gelar perkara terbuka... saksi dan ahli yg diminta pendapatnya 70% pendapatnya bela ahok..30% yg nyatakan ahok melanggar.. polisi bekerja seperti pengacara ahok.. kita yg melapor dituntut berperan sbg jaksa penuntut..", tulis Munarman dalam pesan yang beredar di kalangan jurnalis Islam.

"Konstruksi pertanyaan utk menilai sikap MUI...dan menilai apakah perbuatan ahok sengaja atau tidak..
Dan bagaimana scr hukum islam kalau orang sdh minta maaf. Konstruksi pertanyaan jelas utk meringankan Ahok...", lanjutnya.

"Gelar perkara terbuka di design utk mempertontonkan di tv bhw ahok tidak bersalah.. Di gelar perkara yg oleh presiden diperintahkan untuk terbuka..Polisi jadi pembela dan sekaligus berperan sbg forum pengadilan. Jadi lembaga pengadilan dibubarkan saja krn sdh tidak diperlukan lagi.cukup diselesaikan di dorum gelar perkara polisi", kritiknya.

Sementara menurut Komisi Kumdang MUI, M. Luthfie Hakim, yang juga menjabat Bendahara GNPF MUI, gelar perkara terbuka bagai pedang bermata 2. Berikut tulisannya terkait hal tersebut:

Di berbagai media diberitakan bahwa polisi akan melakukan gelar perkara secara terbuka. Ada beberapa catatan yang bagi saya perlu diperhatikan dalam gelar perkara terbuka ini:

1. POTENSI "TRIAL BY THE PRESS" , dengan dilakukan gelar perkara secara terbuka, jika nanti saksi dan ahli keterangannya lebih menguatkan tuduhan bahwa ahok telah melakukan delik penistaan agama (Islam), maka kesimpulan yang dihasilkan dari gelar perkara terbuka itu dapat langsung menjadi "vonis bersalah" bagi ahok ala trial by the press.

Masyarakat akan sulit menerima bila kelak Majelis Hakim pemeriksa perkara menyatakan ahok tidak bersalah, apalagi bila saksi dan ahli yang memberikan keterangan dalam gelar perkara terbuka ternyata ketika di ruang sidang memberikan keterangan yang berbeda. Padahal keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan (vide: pasal 185 ayat (1) KUHAP).

Masyarakat bisa menganggap persidangan telah direkayasa.

2. POTENSI MEMICU "DISTRUST", sebaliknya dengan dilakukan gelar perkara terbuka apabila keterangan saksi/ahli cenderung melemahkan tuduhan ahok telah melakukan penistaan agama (Islam), maka kesimpulan yang dihasilkan dari gelar perkara terbuka --sesuatu yang sangat TIDAK LAZIM dalam proses penyidikan-- itu bahkan keseluruhan rencana dan prosesnya akan tampak seperti parodi yang tidak lucu, membangkitkan "distrust" meluas di masyarakat akan ketidakadilan dalam penegakan hukum oleh aparat kepolisian ataupun penggunaan kekuasaan secara sewenang-wenang (abuse of power) untuk melepaskan seseorang dari jerat hukum, bahkan pusat pemerintahan dapat terkesan melakukan "obstruction of justice" dengan berbagai dalih, yang muaranya dapat memicu gelombang Aksi Bela Al Qur'an jilid 3.

Bila itu yang terjadi, maka bersiaplah menghadapi tsunami politik tingkat tinggi di negeri ini.

Itulah PEDANG BERMATA DUA dari rencana gelar perkara terbuka.


Jakarta, 7 November 2016



Versi pemerintah
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku telah memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian agar pemeriksaan Ahok dilakukan secara terbuka.

"Ya saya sudah perintahkan kepada Kapolri agar pemeriksaannya terbuka", kata Jokowi usai meninjau pembangunan Tol Becakayu di Jalan Inspeksi Kalimalang, Jakarta Timur, dikutip Detikcom, Senin (7/11).

Pada pertemuan itu, Jokowi bertanya ke Tito apakah gelar perkara secara terbuka dimungkinkan secara hukum. Kapolri diminta melihat undang-undang yang berlaku sehingga proses ini tak mengesampingkan aturan yang ada.

"Saya minta untuk dibuka, terbuka biar tidak ada prasangka", ungkap Jokowi.

Related Posts :