Kemarin, ada sebuah pesan singkat yang masuk ke ponsel saya. Dari nomor yang tidak saya kenal, bertanya tentang program Rumah Muda Indonesia yang tim saya rencanakan. Katanya, "Salam, ini benar dengan Bang Syaiha?"
"Salam, benar. Ada yang bisa saya bantu?"
"Saya mau menanyakan program Rumah Muda itu, Bang. Apakah itu sungguhan?"
"Oh iya, benar. Jika ada saudara, tetangga, atau siapa saja yang sesuai dengan syarat yang kami tetapkan, maka silakan kirimkan semua berkasnya. Nanti akan kami seleksi disini."
"Saya mau tanya-tanya dulu aja. Ini program atas nama Yayasan apa ya?"
"Oh, kami bukan Yayasan, hanya orang per orang, Pak. Niat kami hanya ingin berbagi, tidak lebih."
"Terus, kalau bukan Yayasan, nanti siapa yang akan mengajarkan semua keterampilan yang ditawarkan itu?"
"Pengajarnya dari tim kami dan relawan lain. Mereka sudah pakar di bidang masing-masing, insya Allah. Selama ini, mereka praktisi yang sudah menerapkan apa yang akan diberikan nanti, sehingga kapasitasnya Insya Allah mumpuni."
"Kalau untuk masalah keagamaannya, bagaimana? Adakah Ustad yang kompeten?"
"Masalah keagamaannya, akan ditangani bersama saya dan kawan-kawan. Ada juga beberapa relawan yang hafizd. Mereka mau membantu kami."
Diam sejenak, lalu ia bertanya lagi, "Bang Syaiha ini lulusan Gontor ya?"
"Oh, bukan, saya lulusan IPB."
Tak lama setelahnya, masuk pesan terakhir, "Oke, kalau begitu terimakasih. Semoga programnya berjalan lancar ya. Salam."
Saya jawab singkat, "Salam."
Masih di hari kemarin, ada lagi yang bertanya tentang program yang sama, Rumah Muda Indonesia.
"Saya sebenarnya ingin sekali bergabung disini, loh, Bang Syaiha. Tapi saya takut, ini penipuan bukan ya? Atau jangan-jangan, Bang Syaiha dan kawan-kawan nih MLM ya?"
"Loh, kok malah penipuan dan MLM? Lah wong kami kasih semua keterampilan dan fasilitas itu gratis kok! Yang daftar tidak rugi apapun. Malah dapat banyak fasilitas dan ilmu."
"Iya, Bang. Saya hanya berhati-hati saja. Takut kena tipu."
Karena sudah lelah, saya kemudian menjawab agak ketus, "Begini deh, mas. Silakan dipahami program ini. Ada websitenya. Ada juga blog saya. Pelajari siapa saya. Pelajari apa aktivitas saya, dan sebagainya. Jika tidak yakin, tidak usah mendaftar. Kalau yakin, silakan kirim berkasnya."
*****
Apa hikmah yang bisa saya ambil dari dua kejadian di atas?
Satu, saya belajar bahwa, bahkan ketika kita berniat berbuat baik sekalipun, selalu ada yang mempertanyakan dan ragu. Ini benar nggak ya? Jangan-jangan ini penipuan?!
Wajar sih, mereka yang bertanya demikian pasti hanya sekedar memastikan. Apalagi di jaman seperti sekarang, info yang datang memang harus ditelaah lebih jauh, harus dikunyah-kunyah, dan tidak boleh asal telan. Mereka sudah melakukan hal yang benar: memvalidasi.
Dua, ketika akan menjalankan program yang ada kaitannya dengan ilmu keagamaan, maka diperlukan orang yang mumpuni dan kompeten. Harus ada guru yang ahli dan tidak asal-asalan. Insya Allah ini akan jadi masukan untuk saya dan tim Rumah Muda. Kami memang sudah merencanakan merekrut beberapa relawan. Salah satunya adalah Ustad yang sudah hafal 30 Juz Al Quran dan keilmuannya tidak perlu diragukan.
Memang benar, beliau bukan lulusan Gontor, tapi dari salah satu pesantren di Jawa Barat.
Tiga, apapun yang diragukan oleh orang lain, insya Allah tidak akan membuat saya surut. Niat sudah bulat, saya akan fokus dan penuh di program Rumah Muda Indonesia yang sudah saya dan kawan-kawan buat. Tahun depan program ini jalan, dan harapan saya, semoga bisa memberi banyak manfaat untuk orang lain.
Demikian.