Dipenjara karena meneriaki "maling"

Ilustrasi penangkapan oleh polisi
Jika di Indonesia sedang diramaikan kasus Ahok dan Buni Yani yang dianggap unik secara argumen hukum, di negara Kolobendo yang terletak di benua antah-berantah juga diramaikan kasus hukum serupa tapi tak sama.

Sebut saja namanya Said alias Wowor, seorang pemuda berusia 23 tahun dibekuk polisi lantaran positif menjadi tersangka kasus dugaan provokasi penipuan dan pencemaran nama baik.

Kasusnya bermula di pasar Pulau Seribu akhir tahun lalu. Saat itu, Said melihat adiknya Wati berbincang dengan seorang pria tak dikenal.

Karena penasaran, ia bergegas mendekati adiknya dan pria itu.

Anehnya, sang adik tampak menyerahkan segepok uang, bahkan melepas perhiasannya untuk diberikan pada sosok misterius tersebut.

Melihat Said mendekat, pria itu buru-buru kabur. Sedangkan Wati terbengong-bengong seperti orang baru bangun tidur.

Said langsung meneriaki pria itu sebagai maling.

"Maling... Tolong, dia ngejambret adik saya! Maling", teriak Said menunjuk ke arah pria yang kabur.

Sontak saja, warga di sekitar pasar tersentak mengejar seorang laki-laki yang berlari menuju motornya, dan hap..

Pelaku tertangkap massa. Tak sampai 5 menit, bajunya necis putih berubah merah karena kucuran darah.

Matanya menjadi sipit akibat pembengkakan setelah bogem mentah mendarat di kelopak matanya. Jalannya pincang. Motornya hangus dibakar massa.

Ia diseret ke pos polisi terdekat. Dengan barang bukti 5 gram gelang emas dan uang tunai ratusan Dollar.

Pelaku diidentifikasi bernama Akeong alias Ibnu Khinzir.

Dari sinilah masalah bermula bagi Said. Keluarga Akeong tak terima. Mereka balik melaporkan Said ke polisi dengan tuduhan menebar Hoax dan pencemaran nama baik.

Pasalnya, dalam berkas penyelidikan polisi Akeong menjadi tersangka kasus dugaan kejahatan menggunakan hipnotis.

Said saat kejadian meneriakinya sebagai "maling" dan "jambret".

Hal itu membuat gaduh lokasi pasar karena warga tersentak. Said dituduh sebagai provokator yang memancing aksi di luar hukum dan pemukulan (main hakim sendiri).

Perlu diketahui, keluarga besar Akeong dikenal sebagai kalangan berada dan berpengaruh di negeri itu.

Akeong sendiri dikenal sebagai sosok bermasalah. Namun selalu lepas dari jerat hukum karena tiap kasus diselesaikan secara "kekeluargaan" oleh pamannya.

Ia juga diketahui jago menghinotis orang. Tapi baru kali ini tertangkap basah dipakai untuk kejahatan.

Di negara Kolobendo, kejahatan hipnotis masih jadi perdebatan. Tidak ada satupun pasal KUHP negara itu menyebut kata hipnotis.

Saksi ahli pro Akeong menegaskan hipnotis bukanlah tindak pidana pencurian, perampasan/penjambretan, bukan pula penodongan (perampasan dengan kekerasan), dan bukan pula penipuan.

Menurut saksi ahli itu, hipnotis masuk ke pasal penganiayaan ringan. Adapun harta yang dibawa pelaku dari korban dianggap sebagai penyerahan sukarela tanpa sadar.

Akhirnya jaksa menuntut Akeong dengan masa percobaan 2 bulan dan hukuman penjara 1 bulan.

Tuntutan pun diperingan karena selama proses hukum, Akeong sangat kooperatif.

Ia juga dianggap sebagai korban aksi main hakim sendiri akibat "provokasi" Said.

Lain lagi dengan Said. Ia terancam pidana berlapis, yaitu dakwaan "menyebar hoax provokatif" karena meneriaki Akeong sebagai maling di tengah pasar. Serta pencemaran nama baik, karena menurut hukum Kolobendo Akiong bukanlah maling, melainkan pelaku hipnotis.

Dengan ancaman total 6 tahun kurungan.

Said sudah jadi tersangka dan langsung ditahan polisi. Pengacaranya berupaya mengajukan penangguhan penahanan.

------------------------------
Cerita ini hanya fiktif belaka, ditulis untuk mengajak masyarakat berhati-hati jika mendapati ada tindak pidana di hadapannya.

Penulis: Abu Abdullah

Related Posts :