Saya ingat betul, pertengahan tahun 2014, saya dan beberapa teman dipanggil Dompet Dhuafa dan diminta bergabung pada sebuah sekolah yang sedang mereka rintis. Sekolah itu bernama SMA SMART 1 Bogor dan benar-benar dimulai dari nol sekali jika tidak ingin bilang dimulai dari minus sekian. Mengapa? Karena sekolah ini dijalankan atas dasar niat yang tulus saja, ingin berbagi ke orang-orang yang tidak mampu. Ingin menciptakan sebuah sekolah yang berkualitas, tapi tidak mahal.
Sehingga kelak, harapan kami adalah, ada tempat yang layak bagi anak-anak berprestasi yang kekurangan dana untuk masuk ke sekolah unggulan yang mahalnya bukan main.
Saya dan kawan-kawan, juga dengan niat yang baik, kemudian nyemplung disana. Kami merintis sekolah itu dari sebuah rumah sederhana yang kami kontrak selama satu tahun ke depan. Disanalah kami belajar. Ruang tamu kami sulap menjadi kelas yang nyaman: ada karpet dan papan tulis di depan. Kami belajar lesehan di lantai.
Kamar tidur ada dua. Satu kami jadikan kantor guru yang ketika saya dan kawan-kawan masuk ke dalamnya, maka ruangan itu menjadi penuh sesak dan susah bergerak. Sedangkan kamar yang satu lagi kami jadikan perpustakaan dan mushalla untuk pengajar perempuan.
Sejak awal, saya dan kawan-kawan yakin akan proyek ini. Selagi tujuannya adalah kebaikan untuk sesama, pasti kebaikan juga yang akan kami pengelola dan siswa dapatkan.
Sekolah dimulai dengan menerima 9 siswa dari luar jawa. Semuanya berasal dari Sumatera, Bangka Belitung, dan Batam. Kesembilan siswa itu, yang namanya masih sangat jelas di ingatan saya, adalah orang-orang hebat. Mereka pintar bukan main. Tekun dan rajin mengikuti pelajaran yang kami sampaikan.
Tapi, di wajah-wajah mereka, awalnya tergambar kekecewaan yang dalam ketika mendapati bahwa sekolah mereka hanya sebuah rumah kecil yang nggak ada apa-apanya, Beberapa siswa menyampaikan hal ini kepada saya: "Ketika berangkat dari Sumatera kesini, yang ada di bayangan saya adalah gedung sekolah yang bagus dengan fasilitas lengkap, Ustad. Lalu, mengetahui sekolah ini hanya sebuah rumah yang sangat-sangat sederhana, saya agak menyesal juga jadinya."
Dan kalian tentu sangat paham, bahwa ketika motivasi tidak ada dalam diri siswa kita, maka berat sekali menyampaikan apapun. Orang yang tidak ada motivasi di dadanya, tidak jauh berbeda dengan sebongkah daging tanpa nyawa dan sebentar lagi akan membusuk dan tidak berguna.
Maka untuk mengatasi hal itu, saya dan kawan-kawan kemudian melakukan beberapa program agar siswa kami yang sembilan orang itu, yang sebenarnya cerdas bukan main, kembali memiliki semangat yang tinggi dan berani bermimpi dari sekolah ini.
Saya dan kawan-kawan kemudian mengundang beberapa orang hebat yang sukses di bidang masing-masing lalu berbagi di sekolah kami. Kami juga memberikan kelas tambahan di hari Sabtu atau Minggu. Kelas itu biasanya diisi dengan keterampilan yang baik dan berguna. Sebut saja kelas blogging, kelas Search Engine Optimation (SEO), kelas menulis, kelas keterampilan dan kesenian, atau lain sebagainya.
Selain itu juga, kami senantiasa aktif mencari lomba dan ikut serta di dalamnya. Lalu mulailah mengalir piala dan penghargaan ke sekolah kami yang mungil.
Karena menyadari bahwa mereka adalah anak-anak luar biasa, maka saya sering kali bilang dengan ketulusan: "Nggak perlu kuatir dengan gedung sekolah yang apa adanya. Karena kualitas sebuah pendidikan tidak dimulai dari gedung yang megah, peralatan yang lengkap, dan sebagainya. Walau kita apa adanya, percaya saja bahwa kami pasti akan melakukan yang terbaik demi masa depan kalian."
Singkatnya, pelan tapi pasti, kesembilan siswa saya dan kawan-kawan kemudian kembali memiliki motivasi dan mimpi. Mereka semua ingin menjadi sesuatu dan tentu saja, saya dan kawan-kawan mendukungnya.
Cita-cita mereka juga bermacam-macam. Mulai dari ada yang ingin menjadi diplomat, sehingga harus kuliah di Hubungan Internasional hingga ada yang ingin menjadi seorang seniman dan sastrawan.
Semuanya bagus dan saya katakan kepada mereka, "Insya Allah semuanya akan terwujud. Yang penting fokus, rajin belajar, lalu kemudian berdoa kepada Allah agar dimudahkan."
...dan kemarin, ketika saya sudah tidak lagi mengajar di sekolah itu, ketika saya sudah tidak lagi membersamai mereka karena satu dan lain hal, sebuah kebahagiaan yang tiada tara datang ke saya. Lihat gambar di awal tulisan ini, sebuah pengumuman kelulusan SNMPTN yang di dalamnya ada lima nama siswa saya.
Gambar itu sangat berarti dan melegakan.
Ada M. Rizky Gustama yang diterima di Jurusan Kimia IPB. Anak ini tekun dan lebih dewasa dibandingkan siswa saya yang lain. Lalu karena ketekunannya itulah kemudian saya sangat-sangat yakin bahwa ia pasti akan lolos SNMPTN. Nilai raportnya mendekati sempurna dan keren-keren nilainya, maka tidak ada alasan ia ditolak di SNMPTN.
Ada M. Irfan Khadafi yang diterima di Jurusan Teknologi Hasil Perairan IPB. Dhafi adalah siswa yang juga tekun dan nggak neko-neko. Ia adalah tipe siswa yang lurus dan selalu menaati peraturan. Ia sopan dan patuh kepada guru-guru yang mengajar kepadanya. Maka karena kebaikan-kebaikan yang ia punya, boleh jadi, Allah lalu memudahkan jalannya menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Ada Yulianto yang diterima di Jurusan Agroteknologi UNPAD. Sejak dulu ia sangat suka terhadap alam dan lingkungan. Ia siswa yang tidak geli memegang beragam jenis ulat dan ular. Mulai dari yang biasa saja, hingga ulat bulu yang konon bisa membuat tubuh gatal karenanya. Ketika ditanyakan akan masuk kemana, dulu ia bilang ingin ke jurusan pertanian atau biologi.
Ada juga Boby Anggara yang diterima di Jurusan Sastra Jepang di UNPAD. Jurusan ini sangat sesuai untuk dirinya yang pencinta anime dan apapun yang berbau Jepang. Ia juga punya mimpi ingin ke Jepang. Yah, semoga saja, dengan masuknya ia di jurusan ini, mimpi itu akan terbuka lebar untuknya kelak. Saya selalu percaya hal itu.
Yang terakhir, ada M. Irsandy yang diterima di Jurusan Hubungan Internasional UNPAD. Ia salah satu siswa yang nggak pernah berubah keinginannya. Sejak awal hingga terakhir saya mengajar, ketika ditanya akan kuliah ke jurusan apa, dengan yakin ia bilang, "Hubungan Internasional, Ustad."
...dan semua itu terkabulkan sekarang.
Selain mereka, masih ada lagi empat siswa saya yang masih belum tahu diterima dimana. Kalaupun mereka tidak lolos SNMPTN, saya yakin, dengan kemampuan yang mereka punya, mereka pasti bisa kuliah di tempat yang mereka inginkan melalui SBMPTN yang akan dilaksanakan beberapa bulan ke depan.
Semoga.