Memandanginya Ketika Terlelap


Sekarang, sejak tidak menyusu lagi, anak saya selalu ingin tidurnya di samping saya. Kalau malam, menjelang ia terlelap, ia akan menghampiri saya, tidur di samping saya, dan kemudian memiringkan badannya. Tangannya akan bergerak-gerak ke arah punggung, lalu berujar, "Bi, usap-usap.."

Saya mengerti, lalu mengusap-usap punggungnya dengan telapak tangan. Pelan-pelan, sambil bergumam, mendongeng, atau membaca surah-surah pendek dalam Al Quran. Hingga beberapa lama kemudian, anak saya akan terlelap. 

Kalau sudah demikian, kegiatan berikutnya adalah ketakjuban saya memandangi wajahnya. Ada kesyukuran yang terucap di dalam hati saya, berterimakasih kepada Allah karena saya dipercaya membesarkan dan mendidik seorang anak manusia. Darah daging saya. 

...betapa banyak pasangan suami istri di luar sana yang untuk mendapatkan buah hati saja, susahnya bukan main. 

Segala daya mereka lakukan. 

Mulai dari berobat ke dokter ternama hingga orang tua yang dikenal sakti mendraguna. Saya tidak bisa membayangkan betapa kerinduan akan hadirnya seorang anak pada mereka, pastilah teramat besar   atau malah tidak terhingga

Lah wong, beberapa waktu lalu saja, ketika anak saya menginap di rumah neneknya, saya dan istri di rumah menahan kangen yang entah seperti apa. Padahal hanya dua hari saja. Apalagi mereka yang telah menanti lama ya?

Belum lagi, ketika bertemu teman atau keluarga, lalu ditanya-tanya, "Bagaimana, sudah isi belum?"

Kalau mau menjawab ketus, mungkin mereka akan bilang, "Sudah! Isi makanan." 

Tapi biasanya mereka hanya melontarkan senyum simpul saja sambil berkata, "Belum nih, doakan ya..." 

...menahan rasa yang entah apa. 

Untuk mereka-mereka yang demikian, saya cuma bisa bilang, sabar dan terus berusaha ya. Itu saja. 

Saya dan istri cukup beruntung, karena di bulan kedua pernikahan kami, istri saya hamil dan saya menjadi orang yang paling bahagia   mungkin. 

Mengapa demikian?

Begini... Saya ini menderita polio dan kaki kanan saya, mulai dari pinggang hingga ujung jari, kecil. Pantatnya tepos, nggak ada dan kecil. Sedangkan sisanya, hanya seperti tulang yang tidak berdaging. Kecuali hanya kulit saja. Lalu, kaki yang kecil ini, malangnya juga tidak memiliki daya dan tenaga. Nggak bisa digerakkan, nggak bisa diandalkan. 

Kalau berjalan juga, kaki tersebut selalu saya pegang menggunakan tangan kanan. 

Karena hal demikian, dulu, saya sempat berpikir, "Apakah kaki yang kecil demikian, akan mengganggu kesuburan saya sebagai seorang pria ya?"

Kekhawatiran ini cukup beralasan. Karena, sekali lagi, kaki saya ini kecil dari pinggang hingga ujung jemari. Melewati organ vital. Bagaimana jika ternyata, virus polio ini juga menyerang bagian itu? Bagaimana jika ternyata saya tidak punya keturunan? 

Tapi ternyata ketakutan saya akan hal itu tidak terbukti. Saya bisa menjadi seorang ayah dan menghamili istri sendiri   senyum

Setelah istri saya hamil, saya sempat juga dirundung ketakutan yang lain. Apa itu? Saya cemas, lalu bergumam sendirian, "Ya Allah, terimakasih engkau telah meniupkan ruh di dalam rahim istri saya. Tapi saya mohon, jika ia lahir ke dunia kelak, semoga tubuhnya lengkap dan sempurna. Jangan jadikan ia seperti saya..."

Kecemasan ini, lagi-lagi berangkat dari fakta bahwa saya adalah seorang pemuda yang tumbuh dengan kaki yang polio itu. Maka takut sekali rasanya, kalau-kalau anak saya akan demikian juga. Kuatir sperma yang saya hasilkan tidak prima, lalu pembuahan dan pembentukan janin tidak sempurna. 

Maka saya senantiasa berdoa kepada Allah untuk calon anak saya dan istri tercinta. 

Hingga akhirnya, ketika istri saya melahirkan dan dokter memanggil saya untuk melihat anak kami, ia bilang, "Alhamdulillah pak... Anaknya laki-laki dan lahir dalam keadaan lengkap." 

Dokter lalu mempersilakan saya mendekat dan ia kemudian menunjuk satu demi satu anggota tubuh anak saya hingga ke lubang anusnya. 

Saya, sekali lagi, berucap syukur kepada Allah atas apa yang senantiasa DIA berikan ke saya. 

Hingga di usianya yang sudah dua tahun lebih ini, kesyukuran saya semakin meninggi. Saya bisa menyaksikannya tumbuh dari bayi. Mulai dari ia belajar duduk, tengkurap, merangkak, berdiri, jalan, dan berlari. Semuanya saya perhatikan dengan baik dan senang sekali rasanya. 

Kini, setiap malam, saat saya menyaksikannya terlelap di samping saya, saya berdoa kepada Allah, "Rabbihabli minash shalihin... Ya Allah, jadikan ia termasuk orang yang sholih..." 

Semoga ia menjadi anak yang berguna kelak. Aamiin. 

Related Posts :