Raja Abdulaziz bertemu presiden FDR (kanan) |
Presiden AS, FD. Roosevelt singgah ke wilayah Arab sepulang dari konferensi Yalta. Dimana ia telah bertemu pemimpin adidaya lain pemenang Perang Dunia II, Josef Stalin dari Uni Soviet dan Perdana Menteri Winston Churchill dari Inggris Raya.
Di Terusan Suez, Roosevelt "hanya" akan menemui pemimpin negara kaya gurun, Arab Saudi
Masa itu, Saudi yang dipimpin Raja Abdulaziz al-Saud memang belum terkenal sebagai bandar kaya raya dari produksi minyak terbesar.
Raja Saudi pergi ke kapal AS bersama rombongan besar dan membawa makanan sendiri, termasuk Kambing hidup.
Hal ini dilakukan demi menjamin kepatuhan pada syari'at Islam yaitu makanan halalan thayiban, atau sunnah konsumsi daging segar.
Roosevelt dan Raja Abdulaziz sempat bertukar hadiah. Raja memberi presiden AS itu jubah khas Arab yang disulam emas dan pedang bertali permata, juga belati.
Mengetahui Raja sulit bergerak karena berbagai kelemahan fisik, Roosevelt menghadiahi salah satu kursi roda cadangan miliknya.
Ia juga memberi pesawat DC-3 yang dilengkapi singgasana putar. Sehingga ketika shalat, Raja dapat menghadap Mekkah tanpa perlu berpindah.
Kepentingan menarik bagi kedua negara tetap sama seperti saat ini,
Raja Saudi menginginkan investasi, sementara presiden AS ingin perusahaan-perusahaan negaranya menguasai sumber daya minyak Arab.
Selain itu, Yahudi Eropa turut menjadi tema pembicaraan kedua pemimpin.
Namun, Roosevelt gagal membujuk Raja Abdulaziz dalam masalah imigrasi Yahudi ke tanah Palestina.
Kepada Raja, presiden AS mengeluhkan orang-orang Yahudi yang enggan kembali ke Jerman pasca terjadinya Holocaust. Roosevelt menilai, mereka pantas mendapatkan tempat aman di Palestina.
Raja Abdulaziz berulang kali menolak pernyataan presiden Roosevelt.
"Tanggung jawab harus dilakukan oleh pelaku, bukan penonton tak bersalah. Kesalahan apa yang dilakukan oleh orang Arab pada orang-orang Yahudi di Eropa? Warga Kristen Jerman 'lah yang merampas rumah dan kehidupan mereka!", tegas Raja.
"Biarkan orang Jerman yang membayarnya (menanggung Yahudi)", ujar Abdulaziz kepada Roosevelt.
Pernyataan ini diungkap berdasar catatan perjalanan yang dipublikasikan Kolonel W. A. Eddy (pejabat AS di Jeddah) dan Kapten John S. Keating (komandan skuadron).
Raja menambahkan:
“Orang Arab dan Yahudi tidak akan pernah bisa bekerja sama, baik di Palestina maupun negara lain"
Menurut catatan Eddy, Raja Saudi melihat peningkatan ancaman bagi eksistensi Arab di Palestina, serta krisis imigran Yahudi yang terus berlanjut.
Raja menekankan, orang Arab lebih memilih mati daripada menyerahkan tanahnya untuk Yahudi.
Roosevelt tidak setuju pendapat ini, meski ia berjanji pemerintahannya tidak akan mengambil kebijakan yang bisa menyinggung perasaan bangsa Arab.
Tanggal 5 April 1945, Roosevelt mengirim surat kepada Raja Abdulaziz untuk mengonfirmasi janjinya di kapal Quincy.
Roosevelt berjanji bahwa demi masa depan Palestina, ia sebagai pemimpin eksekutif AS "tidak akan mengambil kebijakan apapun yang mungkin bisa jadi musuh bangsa Arab"
Akan tetapi, 7 hari setelah surat dikirim, Roosevelt meninggal dunia.
Ketika Harry S. Truman menjadi presiden, janji Roosevelt disisihkan demi sebuah kebijakan yang bertahan sampai hari ini.
"Saya minta maaf tuan-tuan, saya harus menjawab ratusan ribu orang yang cemas atas keberhasilan Zionisme, (bahwa) saya tidak memiliki ratusan ribu orang Arab diantara konstituen saya", ujar Truman kepada para pengkritiknya.
Israel sebagai negara Yahudi dideklarasikan pada tahun 1949. Pengakuan penuh dunia diperoleh sekitar setahun kemudian. 2 Adidaya, yaitu AS dan Uni Soviet turut mengakuinya.
Perang antara Arab dan Israel berlangsung hingga 3 kali.
Dirangkum dari Baltimoresun dan arsip dari Ameu