Periksa Dulu, Itu Keinginan atau Kebutuhan?

Keinginan atau Kebutuhan?
"Ummi, lihat deh..." kata saya kepada istri ketika sedang melewati salah satu perumahan di bilangan Bogor. 

"Ada apa, Bi?"

"Itu loh," saya menunjuk sebuah rumah yang di garasinya terparkir 3 buah mobil sekaligus, "orang kok punya mobil sampai dua tiga begitu ya? Nggak sayang apa ya sama uangnya?"

"Mereka kan mampu. Uangnya ada." istri saya cuek sambil memberi ASI anak kedua kami. "Satu mobil untuk suaminya. Satu untuk istrinya. Satu lagi paling untuk anak atau mobil kantor." istri saya ngasal. Berkata tanpa melihat rumah yang barusan saya tunjuk. 

Perjalanan kami berlanjut dan obrolan tadi tidak dibahas lagi. Tidak penting. 

Tapi... 

Bagi saya sekarang, yang sedang menjalani sebuah usaha, kok rasanya sayang ya kalau harus menghabiskan ratusan juta uang hanya untuk sebuah mobil? Apalagi jaman sekarang banyak taksi online. Mudah dipesan. Dijemput di depan pintu rumah dan diantarkan sampai depan pintu rumah tujuan. 

Naik taksi online nyaman. Setiap hari bisa gonta-ganti mobil tanpa harus pusing ganti oli. Ganti spare part. Pajak. Dan pembiayaan lainnya. Belum lagi kalau mobil minta jajan. Udah pasti kan jumlahnya nggak sedikit. Bisa jutaan. 

Nah, bagi saya yang saat ini fokusnya hanya pada usaha yang sedang dijalankan, maka uang ratusan juta untuk beli mobil itu, apa nggak sebaiknya digunakan untuk menambah aset usaha saja? Atau, kalau pun ingin punya mobil, beli yang second aja deh. Sisa uangnya bisa dialokasikan untuk tambah modal usaha. Agar usaha yang dijalankan menjadi lebih besar, lebih kokoh, dan bertahan lebih lama. 

"Bang Syaiha lagi pengen punya mobil ya?" 

Iya. Siapa juga yang tidak ingin punya kendaraan pribadi, toh?

Cuma sekali lagi, beberapa hari ini saya memikirkan ulang apa-apa yang menjadi keinginan belakangan ini. Apakah itu hanya keinginan semata, bukan kebutuhan? 

Atau, jika itu adalah kebutuhan, sudah sampai pada skala prioritas yang mana? Penting, sangat penting, mendesak, atau urgent? 

Karena ini urusannya adalah mobil. Butuhnya uang ratusan juta. Dua ratus juta. Malah bisa lebih. 

Kan sayang, kalau sudah dibeli, eh malah nanti hanya teronggok saja di depan rumah tanpa pernah digunakan. Mangkrak. 

Kalau tahu begitu, bukankah lebih baik uang itu dibelikan sebidang tanah. Sebangun rumah. Perkebunan karet atau sawit. Kontrakan. Atau apalah. Jauh lebih produktif. Juga, kalau nanti dijual lagi, harganya sudah bisa dipastikan akan naik. Jarang ada ceritanya turun. 

Beda dengan mobil. Beli sekarang dan kemudian jarang dipakai pun, tahun depan pas dijual lagi pasti turun. Nggak ada ceritanya jual mobil bekas harganya jauh lebih mahal dibandingkan harga mobil baru. 

Begitu...

Jadi saya memang lagi banyak berpikir akhir-akhir ini... 

Makanya jadilah tulisan seperti ini...