Ia menilai, bisa saja isu tersebut ditunggangi kepentingan asing yang memiliki tujuan tertentu.
“ Pemerintah jangan terjebak kampanye anti-rokok yang dikendalikan kepentingan asing,” kata Misbakhun lewat siaran pers, Sabtu (20/8/2016).
Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, apabila harga rokok dinaikkan menjadi Rp 50.000 per bungkus, maka industri rokok akan menghadapi kebangkrutan.
Ujungnya, ribuan tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya kepada pabrik rokok akan kehilangan mata pencaharian.
“ Jika pabrikan rokok gulung tikar, maka jutaan pekerja di sektor tembakau akan menganggur, dan catatan kemiskinan Indonesia akan semakin besar,” ucapnya.
Selain itu, kata dia, nasib para petani tembakau semakin tidak menentu akibat dampak kenaikan harga rokok.
Padahal industri rokok selama ini memiliki kontribusi penting bagi penerimaan negara melalui penerapan cukai, pajak, bea masuk/bea masuk progresif, pengaturan tata niaga yang sehat maupun pengembangan industri hasil tembakau bagi kepentingan nasional.
Industri rokok sudah berkontrubusi dalam pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan industri 5-7 persen.
Industri tembakau dan rokok juga berkontribusi dalam output nasional 1,37 persen atau setara 12,18 miliar dolar AS.
Di sektor pajak industri pertembakauan memberi kontribusi terbesar 52,7 persen, bandingkan dengan BUMN yang hanya 8,5 persen, real estat dan konstruksi (15,7 persen) atau kesehatan dan farmasi (0,9 persen).
"Faktanya industri tembakau merupakan industri padat karya yang menyerap jumlah tenaga kerja lebih dari 6,1 juta dan menciptakan beberapa mata rantai industri yang dikelola oleh rakyat,” tambah dia.
Misbakhun yang berasal dari daerah pemilihan Jawa Timur II itu menambahkan, Pasuruan dan Probolinggo merupakan basis petani tembakau dan industri rokok.
"Tidak ada jalan politik lain bagi saya kecuali memperjuangkan aspirasi para petani tembakau dan para pekerja serta buruh pabrik rokok di daerah pemilihan saya. Sebagai anak bangsa mereka punya hak hidup dan harus dilindungi kepentingan mereka oleh negara secara adil," kata dia.
Sebelumnya, pemerintah mengaku mendengarkan usulan kenaikan harga rokok menjadi Rp 50.000 per bungkus.
Sehingga, pemerintah akan mengkaji penyesuaian tarif cukai rokok sebagai salah satu instrumen harga rokok.
"Cukai rokok belum kami diskusikan lagi, tetapi kami kan biasanya setiap tahun ada penyesuaian tarif cukainya," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (17/8/2016).
Selama ini, harga rokok di bawah Rp 20.000 dinilai menjadi penyebab tingginya jumlah perokok di Indonesia. Hal tersebut membuat orang yang kurang mampu hingga anak-anak sekolah mudah membeli rokok. (bin/kmps)