MULIADI - BONEPOS/SKET PENCIL. |
Mulai dari Olahraga, Seni, hingga Masakan Tradisional masing masing wilayah dalam sebuah kecamatan. Para Penonton yang hadir pun tak kalah serunya bersorak mendukung Tim andalannya, layaknya sekelompok motivator dan promotor hebat bagi seorang petarung, mereka tak henti hentinya berteriak memprovokasi kelihaian para peserta pertandingan.
Maka tak heran jika kita melewati sebuah wilayah perkampungan, sepanjang jalan hanya dipenuhi oleh orang orang yang berteriak dengan penuh semangat seakan akan membuktikan bahwa moment Hari Kemerdekaan ini membuat kita betul betul merdeka seutuhnya.
Namun yang tak kalah serunya lagi, dari beberapa lomba yang dipertontonkan, terdapat lomba Gerak Jalan yang diikuti oleh semua tingakatan pendidikan dasar hingga menengah. Sekitar 30% akses jalan di sebuah wilayah tertutupi oleh penonton yang menunggu hadirnya barisan yang datang secara bergantian.
Tak tanggung tanggung, sebagian besar penonton yang hadir menyaksikan seluruh kelompok barisan yang ikut serta dalam perlombaan tersebut. Dari pukul 12.30 PM (waktu setempat) mereka sudah menunggu datangnya kelompok barisan hingga pukul 6.00 PM (waktu setempat) sampai semua barisan telah mereka saksikan.
Muncul pertanyaan dalam benak saya, mengapa mereka rela nongkrong ber jam jam menghabiskan waktu di pinggir jalan berpanas-panasan untuk hal sedemikian itu? Seolah olah momen ini menjelaskan bahwa memang masih banyak Rakyat Indonesia yang pengangguran dan berharap mereka tidak lupa Pula sama Tuhan Mereka hanya karena persoalan tontonan hentakan Kaki yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan setempat.
Setelah seluruh rangkaian adu ketangkasan selesai, masuklah tanggal 17 Agustus 2016, dimana pada hari itu diadakan upacara penaikan bendera di seluruh Wilayah Indonesia yang merupakan puncak dari peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ke 71 Mulai dari Ibu Kota Negara sampai ke pelosok Kecamatan yang paling terpencil sekalipun.
Dalam upacara ini, terdapat Pembina Upacara yang biasanya diperankan oleh Pemimpin setempat (kalau di Kecamatan oleh Camat, Kabupaten oleh Bupati, Provinsi oleh Gubernur, dst) ada juga Inspektur Upacara (Irup) yang telah ditunjuk oleh Panitia, dan berbagai kelompok barisan yang sebagian besarnya adalah peserta Adu ketangkasan yang telah bertanding beserta pembina yang didominasi oleh para Guru sekolah dalam wilayah setempat.
Nah di sini yang menarik, kemana penonton yang kemarin kemarin sangat bersemangat datang menjadi Mario Teguh dadakan pada saat pertandingan yang rela berjam jam menghabiskan suara hingga urat leher mereka membesar dan menghabiskan keringat hingga hampir dehidrasi seolah olah mereka lebih tangkas dari peserta yang bermain?
Masihkan mereka hadir menyempatkan waktu untuk hadir memberi hormat dengan khidmat kepada Sang Saka Merah Putih yang akan dikibarkan? Masih adakah semangat yang mereka miliki pada saat menjadi orator peserta pertandingan untuk datang mendengarkan Pidato seragam yang dibacakan oleh Pembina Upacara? Dan ternyata hasilnya Nihil. Sebagian besar dari mereka hanya memiliki semangat Permainan bukan semangat Nasionalisme Kebangsaan.
Dari rentetan kejadian lucu tersebut, muncul pertanyaan di benak saya pribadi, apa sebenarnya esensi dari Rangkaian HUT Kemeredekaan ini? Apakah memang momen ini benar-benar untuk membangkitkan semangat nasionalisme kita ataukah hanya sekedar sebagai ajang untuk menciptakan keramaian semata yang berakibat macetnya sebagian akses jalan yang hasilnya untuk mendapatkan kampung mana yang paling jago serta tangkas penduduknya?
Kalau dikerucutkan lagi pertanyaan tersebut di atas, maka hasilnya adalah “Bermanfaat kah Rangkaian Kegiatan peringatan HUT kemerdekaan RI bagi Bangsa ini pada umumnya dan bagi pribadi kita pada khususnya ?
Ataukah hanya untuk menghabiskan Materi dan Waktu dalam sebuah eforia yang seolah olah memanfaatkan momen HUT Kemerdekaan ini?”. Ini menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi seluruh lapisan Pemerintah mulai dari tingkatan Presiden hingga Kepala Dusun.
Mungkin ada beberapa hal yang dapat kita lakukan yang benar-benar sangat dirasakan sisi manfaatnya bagi sebagian besar Masyarakat yang dapat disisipkan ke dalam acara rangkaian itu. Biasanya ada yang mengadakan seminar kebangsaan dan adapula yang mengadakan dzikir dan doa bersama.
Tapi jika saya bisa mengusulkan, bagaimana jika dalam rangkaian kegiatan peringatan HUT Kemerdekaan ke depannya kita mengadakan event dimana kita menghadirkan orang setempat (dalam wilayah kegiatan) yang dianggap cerdas untuk merumuskan sebuah konsep pembangunan Wilayah.
Pendidikan dan kesehatan dan konsep tersebut diserahkan kepada masyarakat yang telah dipilih oleh panitia. Dan konsep dengan poin tertinggi itulah yang jadi pemenangnya dan konsep tersebut dapat diajukan oleh pemerintah setempat ke Pemerintah yang lebih tinggi tingkatannya atau ke Wakil Rakyat yang mengaku selama ini mewakili suara Rakyat.
Namun, semua itu kembali ke diri kita masing masing, kalaupun semangat Nasionalisme itu murni hadir dalam hati dan pikiran kita, tanpa moment peringatan HUT kemerdekaan RI pun kita pasti masih memiliki semangat untuk memperbaiki bangsa ini, dan tanpa jabatanpun kalau kita ingin memperbaiki bangsa ini kita pasti bisa, tapi sekali lagi, semua itu dimulai dari perbaikan diri dan mental kita.
Nah bagaimana dengan Anda?
PENULIS :
MULIADI IKRAM S.Pd.I
PENGURUS KAHMI BONE DAN KEPALA DIVISI HUMAS PUSDAM BONE
EDITOR : RISWAN
COPYRIGHT © BONEPOS 2016