SENIMAN PELAT MERAH (Sejarah Berulang)


SENIMAN PELAT MERAH

Teman fesbuk saya dan sekabupaten pula, Pepih Nugraha menulis status:

"Kabarnya Slank dan Raisa manggung di Istana Negara. Lha, saya nggak suka Slank dan Raisa, tapi suka nyanyian Ahmad Dhani dan akting Ratna Sarumpaet. Btw, ada yang tahu di Istana mana mereka manggung? #serius #nosmile"

Di era bapak saya, pelajaran sastra di sekolah menjadi menu kedua. Di era saya sampai sekarang pelajaran sastra hanya sebatas Khairil Anwar, paling mentok Taufik Ismail. Makanya bacaan pada setiap soal hanya mengenal warna solid, apa adanya. Membaca status Kang Pepih yang jurnalis itu dengan apa adanya akan berbeda dengan jika kita membacanya dengan warna degradasi.

Coba kita bedah dengan hermeneutic asal goblek. Seolah Kang Pepih lebih suka karya Ahmad Dhani dan Ratna Sarumpaet dibandingkan Slank dan Raisa. Belum tentu. Bisa jadi Kang Pepih suka keempatnya. Slank dan Raisa adalah pendukung setia Jokowi dan Ahok, Ahmad Dhani dan Ratna Sarumpaet sebaliknya. Nah, inilah pintu masuk penafsirannya. Kang Pepih sedang menyindir Dhani dan Ratna yang tidak kebagian jatah pentas di istana. Juga ada nada kebanggaan pada seniman yang dipanggil menyanyi di istana.

Kesukaan pada karya seniman bisa dipengaruhi oleh orientasi politik senimannya. Ketika masa orba Rhoma irama berkampanye untuk PPP, pemerintah orba murka. Rhoma dilarang tampil di TVRI. Larangan itu membuat penggemar Rhoma semakin militant mencintai raja dangdut itu. Tapi ketika Rhoma membelot ke Golkar yang berarti terkooptasi oleh pemerintah orba, para penggemar fanatiknya melemparkan kaset album Rhoma ke tengah jalan Mampang lalu membakarnya sambil memaki-maki kaset yang tidak bersalah itu.

Pada masa orba banyak seniman yang menjadi lovers pemerintah. Bukan hanya perorangan, tapi satu gerbong paguyuban seniman sekaligus. Maklum, saat itu pemerintah hanya mengakui satu organisasi paguyuban seniman dari macam-macam jenisnya. Dari kalangan penyanyi, hanya PAPIKO yang diakui. PARFI untuk actor and aktris film. KFT untuk sineas. Tidak semua seniman mau dikooptasi, ada saja yang membelot. Dari kalangan penyanyi diantaranya Rhoma Irama, Iwan Fals. Dari kalangan film diantaranya Ratno Timur, Sultan Saladin.

Seniman teater dan sastra termasuk yang secara tegas menolak diceburkan ke dalam kolam seniman pelat merah, sebutan seniman lovers orba. Bukannya para seniman miskin tapi sombong itu menolak membangun bangsa bersama pemerintah, tapi sejarah telah mencatat para seniman pelat merah kehilangan jati dirinya. Mereka telah menjelma menjadi corong pemerintah, menutup kuping pada KKN yang merajalela.

Sejarah sekarang berulang. Para seniman yang sering diundang ke istana baik yang resmi maupun cuma sekedar guyon, makan bersama lalu selfi-selfian adalah seniman pelat merah yang diantaranya kehilangan daya kritisnya. Iwan Fals yang dulu bersuara lantang pada ketidak adilan sekarang lebih dikenal sebagai bintang iklan kopi. Pernah sekali dia mengkritisi, kontan dibully para lovers. Bungkam lagi. Kurang apa kritisnya Butet Ketaradjasa pada masa awal kesenimannnya. Sekarang dia sengaja menghindari tema ketidak adilan yang diderita rakyat kecil.

Tentu saja tidak semua seniman menjadi tumpul saat melihat rakyat yang tergusur. Diantaranya, Ismail Sofyan Sani. Seniman teater, sutradara, yang juga penyair ini walaupun termasuk pendukung pemerintah, tapi lewat puisi dia tetap galak menyuarakan ketidak adilan yang sampai sekarang masih berlangsung.*

1808201

*Dari fb Balya Nur