Jabhah Fathu Syam |
Kelompok Sunni dalam payung FSA yang terlibat perundingan Astana, menuduh JFS melancarkan serangan mendadak kepada mereka.
Perseteruan memang telah ada sejak beberapa bulan lalu, saat terjadi konflik dengan Jundu al-Aqsa, sebuah grup yang dituding "semi ISIS" dan kemudian membaiat JFS.
Oposisi menuding, sel Jundu al-Aqsa menjadi biang kerok berbagai kekerasan yang terus menyasar pejuang lain.
Jundu al-Aqsa memang pernah dikepung oleh berbagai grup oposisi setelah dilaporkan membunuhi tokoh Ahrar Syam dan FSA.
Konflik kemudian diredam dengan inisiatif JFS, sehingga membuat Jundu al-Aqsa melebur dengan mereka.
Namun kekerasan kembali terjadi pasca gencatan senjata akhir Desember. Unsur Jundu al-Aqsa dituding kembali memicu masalah.
Jabhah Fathu Syam menyatakan berlepas diri dari Jundu al-Aqsa, dan menyebut hanya mantan petinggi saja yang mematuhi pusat.
Sedangkan akar rumput bekas Jundu al-Aqsa masih bertindak sendiri atas keinginannya.
Mereka juga mengkritik kelompok oposisi yang menghadiri perundingan Astana. Menuding telah terbawa kepentingan Turki dan Rusia yang coba mengkompromikan kepentingan bersama di Suriah
Selain itu, berkembang dugaan upaya tertentu agar mengisolir bekas al-Qaeda itu dari perjuangan melawan Assad.
Meski JFS di Suriah dianggap sebagai versi Jihadis paling moderat, namun keberadaan mereka jadi legitimasi serangan udara rutin, karena mereka disepakati sebagai "grup teror" oleh PBB dan berbagai negara.
Ketegangan dengan kelompok bersenjata lain mulai meningkat jelang perundingan Astana, dengan isu memerangi bersama kelompok teroris.
JFS juga menyatakan menjadi korban persekongkolan, setelah banyak serangan AS yang menarget tokoh-tokoh mereka.
Sebaliknya, komandan kelompok Jaisyul Mujahidin mengatakan, JFS ingin mengubah agenda revolusi Suriah menjadi sesuai kepentingan ideologi kelompoknya.
Beberapa tokoh Suriah dikabarkan menyebut JFS sebagai Khawarij. Yang dibantah oleh pernyataan, bahwa mereka tidak mengkafirkan kelompok lain.
Sementara tekanan diberikan oleh kelompok seperti Ahrar Syam, yang meminta dilakukan pengusutan di mahkamah syari'ah soal kekerasan terbaru.