Laporan WAN-IFRA: Pemerintah Diskriminasi Orang Asli Papua

Laporan WAN-IFRA: Pemerintah Diskriminasi Orang Asli Papua
Tim investigasi WAN-IFRA saat memberikan keterangan hasil investigasi mereka atas kebebasan pers di Papua (Foto:WAN-IFRA/Una Sunarti).
Jayapura -- Sebuah investigasi yang dilakukan oleh asosiasi surat kabar dan penerbit dunia mengatakan pejabat pemerintah dan personel keamanan di Papua melakukan diskriminasi terhadap Orang Asli Papua (OAP).

Investigasi tersebut juga menemukan bahwa wartawan yang meliput di Papua diberi stigma pro kemerdekaan atau pro NKRI, yang memicu intimidasi dan perpecahan di komunitas wartawan.

Ini adalah sebagian dari temuan yang dihasilkan oleh tim investigasi yang terdiri dari delapan wartawan dari delapan media yang mengunjungi Papua awal bulan ini, untuk menginvestigasi kebebasan media dan keamanan wartawan di wilayah itu. Investigasi dilakukan menanggapi seruan internasional tentang pelanggaran kebebasan pers di Papua pada tahun 2015.

Investigasi ini diinisiasi oleh Asosiasi Penerbit Surat Kabar Dunia atau Association of Newspapers and News Publishers (WAN-IFRA) pada 30 Januari di Jayapura, Merauke dan Timika. Dalam investigasi itu, Komite Kebebasan Pers Indonesia WAN-IFRA mengikuti bagaimana wartawan di Papua melakukan peliputan selama lima hari.

Manajer regional WAN-IFRA untuk Asia, Eko Maryadi, mengatakan delapan wartawan dari Jakarta dan bukan orang Papua asli melakukan peliputan. "Dengan demikian mereka memahami isu, kesulitan dan persoalan yang dihadapi wartawan di Papua," kata dia, dikutip dari engagemedia.com.

Selain temuan adanya diskriminasi terhadap OAP dan stigmatisasi terhadap wartawan pro kemerdekaan Papua, sejumlah temuan lain dari investigasi tersebut menggambarkan situasi yang memprihatinkan.

Disebutkan, kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan tidak sepenuhnya dapat dilaporkan karena besarnya hambatan terhadap pers.

Sebanyak 11 dari 16 wartawan asing yang baru-baru ini mendapat akses ke Papua dipantau oleh aparat intelijen.

"Wartawan lokal yang akan meliput keramaian umum, termasuk unjuk rasa masih memerlukan izin dari kepolisian," demikian investigasi tersebut.

Pelecehan seksual terhadap wartawan perempuan di Papua tak dilaporkan sepenuhnya.

Laporan WAN-IFRA ini diadakan sebulan sebelum Indonesia menjadi tuan rumah World Press Freedom Day pada 3 Maret mendatang.

“Jakarta berisiko mendapat kecaman global jika terus mengabaikan fakta-fakta ini," kata Monica Miller, ketua Pacific Freedom Forum, menanggapi temuan WAN-IFRA.


Copyright ©Satu HarapanHubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com