Menelisik tuduhan "cuci uang" sedekah Bela Islam

Ketua GNPF MUI, Ustadz Bachtiar Nasir
Seperti dilansir Detikcom, pihak Kepolisian telah menetapkan satu tersangka dalam kasus dugaan cuci uang (TPPU) yang membelit pengelolaan dana donasi aksi bela Islam oleh Yayasan Keadilan untuk Semua.

Islahuddin Akbar (IA), seorang pegawai bank BNI yang akhirnya ditersangkakan oleh polisi.

Pengacara Ustadz Bachtiar Nasir (UBN), Kapitra Ampera menyebut Islahuddin terlibat dalam memudahkan urusan pencairan dana.

Kapitra menjelaskan, rekening Yayasan Keadilan yang digunakan menampung donasi untuk kegiatan 411 dan 212 menggunakan rekening BNI Syariah.

Sebagai pegawai, Islahuddin bertugas melayani pihak GNPF MUI untuk mencairkan dana dari rekening Yayasan.

"Bank itu punya layanan prima, apalagi untuk nasabah besar, maka layanan itu hal biasa untuk nasabah prioritas", kata Kapitra dikutip Detikcom, Selasa (14/2).

Mengapa GNPF MUI menggunakan rekening Yayasan Keadilan?

Ia menjelaskan, GNPF MUI merupakan kelompok adhoc yang dibentuk spontan (tanpa badan hukum).

Kelompok ini tak punya rekening dalam kepentingan menghimpun dana sumbangan untuk aksi massa.

Maka GNPF MUI meminjam rekening dari 'Yayasan Keadilan untuk Semua', sebuah yayasan dengan aset Rp 2,5 juta.

"Yayasan memberi kuasa ke Bachtiar Nasir untuk bisa mengakses dana ini kapan saja.... Kalau GNPF MUI perlu uang, maka tinggal memberi tahu Islahuddin, misalnya tolong cairkan uang Rp 200 juta. Kalau kita perlu telepon, kita telepon untuk minta tolong antarkan uang", kata Kapitra.

Kapitra sendiri bingung bagaimana bisa seorang pegawai bank yang melaksanakan tugasnya kemudian menjadi tersangka. Menurutnya, tak ada undang-undang yang dilanggar.

Sebelumnya, polisi menyebut Islahuddin adalah teman dari Ustadz Bachtiar Nasir. Tetapi Kapitra mempertanyakan pelanggaran hukumnya di sisi mana.

"Mau teman dekat atau rekan, kita tidak mengerti. Tapi kan tidak ada Undang-undang yang dilanggar", kata Kapitra.

Menurut Kapitra, UBN dan Islahuddin bukanlah pengurus, pengawas, pembina, atau pendiri Yayasan Keadilan untuk Semua.

GNPF MUI hanya diberi kuasa mengelola dana aksi yang dihimpun di rekening Yayasan. Ada 4 ribu donatur yang mengirim sumbangan ke rekening itu, dengan nilai mencapai Rp 4 miliar.

Selain mendanai aksi 411 dan 212, dana donasi juga digunakan untuk menyumbang bencana di Aceh dan Bima, sebesar 700 juta. Sisa yang belum digunakan ada 2,4 miliar.

Pengurus Yayasan adalah rekan dari UBN. Sehingga Yayasan sendiri tak merasa dirugikan.

"Bila ada penyalahgunaan dana, maka untuk siapakah penyalahgunaan dana ini? Polisi harus membuktikan adanya kejahatan. Tidak ada pengalihan aset, tidak ada pula kepengurusan yang beralih", tanya Kapitra.

Penjelasan Polisi: Pegawai bank langgar SOP
Sementara itu, pihak Kepolisian memberi penjelasan mengenai penetapan tersangka Islahuddin.

Ia disebut tidak melakukan tugasnya secara hati-hati dan terindikasi melanggar SOP di tempatnya bekerja sehingga melanggar aturan hukum.

"Hanya Islahudin, ya. Karena ketidak hati-hatian", kata Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar, Selasa (14/2).

Boy mengatakan, Islahudin melanggar pasal 2 Undang-undang Perbankan (UU 10/1998). Pasal tersebut berbunyi, "Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:

a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank; tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap

b. ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)."

"Ini adalah perbantuan-perbantuan, sedang didalami kegiatan yang berkaitan dengan yayasan. Sementara dia menerima penempatan uang kemudian menggunakan uang itu", Boy menjelaskan.

Di tempat sama, Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono mengatakan bahwa setiap bank memiliki standar kerja atau operasional.

"Karyawan bank tidak melaksanakan SOP perbankan, maka dia dapat diduga melanggar ketentuan perbankan", kata Ari.

Apa itu cuci uang?
Sebelumnya, eks Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein mempertanyakan dasar hukum penyidikan kasus pencucian uang Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir yang tengah disidik Mabes Polri.

Melalui kicauan di akun twitternya, Yunus heran dengan penyidikan kasus tersebut.

Pasalnya, sesuai UU TPPU, kasus pencucian uang bisa disidik bila ada tindak pidana asalnya atau uang yang digunakan terindikasi berasal dari tindak kejahatan.

Yunus kemudian menjelaskan dasar pengenaan pasal TPPU oleh penegak hukum biasanya menggunakan Pasal 3,4,dan 5 UU TPPU.

Dalam ketiga pasal tersebut, dengan jelas disebutkan bahwa TTPU adalah perbuatan atas harta kekayaan yang diketahui atau diduga merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul, menyamarkan lokasi, peruntukan dan pengalihan hak milik uang hasil tindak pidana. 

Selain itu TPPU bisa juga dikenakan pada pihak yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan harta kekayaan yang diketahui atau diduga hasil tindak pidana.

Menurut Yunus, bila tidak ada tindak pidana asal dan uang yang disidik bukan berasal dari kejahatan, maka tidak bisa penegak hukum membuka penyidikan kasus pencucian uang.

Bila uang yang disidik juga berasal dari usaha yang sah, bukan hasil kejahatan, tidak bisa pula dilakukan penyidikan kasus pencucian uang. (Detikcom/Liputan6/Kumparan)