Pengakuan ISIS yang tertangkap Kurdi

Ammar Hussein dalam sel tahanan (Reuters)

Kantor berita Reuters berhasil mewawancarai tahanan ISIS di penjara Kurdi.

Dalam kesempatan itu, mereka mewawancarai dua tahanan, yaitu Amar Hussein (21) dan Ghaffar Abdel Rahman (31).

Hussein memulai karir sebagai militan ketika berumur 14 tahun. Ia tertarik bertempur melalu khutbah di masjid setempat, sehingga kemudian bergabung dengan al-Qaeda Irak atau ISIS (cikal bakal ISIS).

Al-Qaeda Irak mengklaim diri sebagai ISI (Islamic State of Iraq) di tahun 2006, sebelum akhirnya menjadi ISIS saat masuk ke Suriah pada 2013, dan kemudian berselisih dengan al-Qaeda pusat.

ISIS di bawah Abu Bakar al-Baghdadi memperoleh kemajuan pesat, bahkan mengaku-ngaku sebagai "Khalifah Islam".

Militan ISIS berhasil merebut banyak wilayah Irak utara 2014 silam. Saat itulah militan mengincar kelompok minoritas untuk dibantai dan perempuannya dijadikan budak. Mereka banyak memperkosa perempuan dari agama Yazidi.

Para wanita yang dijadikan budak seks juga menyaksikan pembunuhan kerabat laki-lakinya.

Pengikut ISIS mengklaim, yang mereka lakukan adalah "halal" saat memperlakukan budak. Namun Ulama Muslim menegaskan, tindakan ISIS memperbudak wanita Yazidi tak lebih seperti menuruti mental "kebinatangan".

Hussein mengaku, emirnya (sebutan bagi komandan lokal ISIS) memberikan izin menyetubuhi perempuan Yazidi dan korban lainnya, sebanyak yang mereka inginkan.

Selain menyetubuhi perempuan yang dianggapnya budak, Hussein juga mengklaim telah membunuh sekitar 500 orang sejak ISIS muncul.

"Kami menembak siapa pun yang kami inginkan dan memenggal siapapun yang perlu dipenggal", ujar Hussein.

Komandan ISIS melatihnya menjadi pembunuh. Hal itu terasa sulit saat awal-awal, kata Hussein, tapi menjadi mudah dari hari ke hari.

"(Saya membunuh) 7, 8, 10 (orang) pada awalnya. (Lalu menjadi) 30 atau 40 orang. Kami akan membawa mereka di padang gurun dan membunuh mereka", kata Hussein.

Akhirnya ia menjadi pembunuh efisien dan tidak pernah ragu melakukannya.

"Saya akan menyuruh mereka duduk, mengenakan penutup mata dan menembakan peluru ke kepala mereka. Itu normal", katanya.

Akan tetapi, Hussein memandang dirinya sebagai korban dari penderitaan. Keluarga yang hancur, dan kemiskinan di kampung halamannya, Mosul.

"Saya tidak punya uang. Tidak ada yang mengajari 'ini salah, ini benar'. Tidak ada pekerjaan. Saya punya teman tapi tidak ada yang dapat memberikan nasihat", tutur Hussein.

Ia ditahan di sel dengan jendela kecil sejak tertangkap bulan Oktober tahun lalu lewat penyerangan ke kota Kirkuk.

Tahanan dari ISIS lain, Abdel Rahman, memberikan lebih sedikit cerita mengenai dirinya, yang menurut pasukan kontra-terorisme, ia bekerja di divisi logistik dan pos pemeriksaan ISIS.

Abdel Rahman mengaku menembaki pasukan keamanan saat serangan Kirkuk, tapi mengaku tak pernah membunuh siapapun.

Ia dan saudaranya memilih bergabung dengan ISIS karena pilihan lainnya adalah dibunuh. Dimana sebelumnya ia bekerja sebagai pegawai negeri.

Abdel Rahman menunjukkan kemarahannya saat ditanya tentang Perdana Menteri Syi'ah Haider al-Abadi yang berkuasa di Irak.

Menurutnya, Irak akan selalu dalam ketidakstabilan karena banyak sekte tinggal di negara ini.

"Dia (Abadi) tidak membwa keadilan pada masyarakat", kecamnya. (Reuters/rslh)