BLOKBERITA, JAKARTA -- Pada Juni 2015, Satuan Reskrim Polres Parepare, Sulawesi Selatan, membongkar penyaluran jemaah haji Indonesia yang diberangkatkan melalui Filipina di Jalan Nusantara, Kota Parepare, Sulawesi Selatan, dengan korban 37 jemaah dari berbagai kalangan.
Hal ini, menurut Wakil Menteri Luar Negeri RI A.M Fachir, kemungkinan terjadi karena ketidaktahuan dan terbatasnya kuota ibadah haji untuk warga negara Indonesia (WNI).
"Kami maklum kuota kita sangat minimal dibandingkan dengan minat ibadah haji. Bandingkan saja di wilayah Kalimantan Selatan itu waktu tunggunya sampai 20 tahun," ujar Fachir di Atrium Senayan City, Jakarta Pusat, Minggu (21/8/2016).
Hal tersebut kemudian dimanfaatkan oleh segelintir oknum dengan menawarkan berbagai kemudahan, salah satunya berangkat haji menggunakan paspor palsu dari Filipina. Permasalahan ini, lanjut Fachir, juga hadir karena beberapa negara tidak mengoptimalkan penggunaan kuota ibadah haji untuk warga negaranya.
"Seperti juga dimaklumi bahwa di beberapa negara itu tidak menggunakan optimal kuotanya. Sehingga banyak kemudian ada keinginan-keinginan memanfaatkan atau mengoptimalkan kuota tersebut," lanjut Fachir.
Menurut Fachir, hal iini bisa saja terjadi juga di negara lain. Atas dasar tersebut, pemerintah akan menjadikan kasus pemberangkatan haji dengan paspor palsu Filipina sebagai momentum untuk menelusuri lebih mendalam kasus serupa.
"Ini momentum kita melihat bisa jadi ini juga terjadi di negara lain. Jadi kami melihat sementara ini di Filipina. Kami akan melihat sejauh mana rentetannya," ucap Fachir.
Pemerintah, melalui Kemenlu, berencana melakukan berbagai pendekatan untuk mengatasi masalah WNI yang melakukan ibadah haji via negara lain.
"Jadi ada yang pendekatannya jangka pendek, jangka menengah, dan bisa jadi jangka panjang menyangkut kuota itu tadi," tuturnya.
Untuk saat ini, pemerintah Indonesia berupaya menjalin komunikasi intens dengan otoritas Filipina guna menyelesaikan masalah 177 WNI di Filipina saat akan terbang ke Arab Saudi untuk berhaji karena paspor yang mereka pegang ternyata palsu.
Fachir mengemukakan pihaknya akan menangani persoalan ini dengan komprehensif sesuai dengan peraturan perundangan Indonesia maupun Filipina. Hal tersebut dilakukan karena permasalahan paspor palsu menyangkut WNI namun terjadi di negara sahabat.
"Ya tentu verifikasi, validasi, dan berbagai macam yang dilakukan, apakah itu menyangkut ketentuan perundang-undangan setempat di Filipina dan yang menyangkut juga ketentuan kita. Jadi kita harus kerja sama karena ini menyangkut warga negara kita, tapi kemudian juga terjadi di Filipina. Itu menyangkut juga ketentuan-ketentuan Filipina," ucap dia. (bin/kmps)