Ilustrasi militan Syi'ah, -Arab News- |
Kepala milisi itu ingin menghapus "kolom kelima" (fifth coloumn) di bawah payung Saleh dan Kongres Rakyat Umum (GPU).
Ketegangan antara kedua kelompok pemberontak merebak setelah mereka saling bunuh pengikut di provinsi-provinsi kekuasaan Houthi.
Hari Minggu lalu, Houthi bahkan memobilisasi pendukungnya ke bandara di timur Sana'a untuk mengadakan demo mengenai undang-undang darurat.
Pemberontak ingin mensahkan praktik penindasan yang berlebihan terhadap orang-orang Yaman, terutama kelompok di dalam GPC.
Menurut Pengamat, keinginan milisi menerapkan undang-undang darurat bermaksud mengalihkan perhatian dari kekalahan dan kemunduran mereka yang disebabkan koalisi Arab.
Penggunaan istilah "kolom kelima" di masjid dan media merupakan ancaman tidak langsung bagi para pengikut GPC yang menolak mematuhi perintah Houthi.
Seorang pemimpin kelompok Saleh baru-baru ini menyebut Houthi membuat daftar hitam berisi 2.000 nama wartawan dan aktivis GPC.
Mereka ditargetkan untuk dibunuh, dipenjara, atau dihilangkan atas tuduhan menjadi agen "kolom kelima."
Seorang tokoh media dari GPC mengatakan, "Banyak pengikut (mantan) Presiden Saleh mulai menyesalkan aliansi mereka yang meragukan Houthi .. dan mereka tidak dapat melakukan apapun kecuali menangis dan tunduk pada status de facto"
Sumber media menunjukkan Saleh mendapat tekanan dari para pemimpin partainya dalam menghadapi pelanggaran milisi Houthi.
Berbagai sumber percaya akan datang konflik besar dan gelombang pembunuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya antara Kongres Rakyat Umum dan pendukung Houthi. (Arab News)